Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2011

Sakit Mata Part I

Rasanya mataku kian hari kian ada yang aneh. Aku tak tahu apa yang membuatnya menjadi begini. Apa yang aku lihat menjadi indah, apa pun itu. Dan hari ini aku melihat lelaki yang dengan baik ku kenali sebagai seorang yang berbeda dari biasanya. Dia terlihat sempurna. Walaupun aku tahu tak ada yang sempurana di dunia ini. Entah memang benar seperti itu kenyataannya atau hanya mataku yang terlalu banyak menghasilkan efek warna cerah. Jika memang mataku sekarang ini memiliki kelainan, aku tak akan memeriksakannya ke dokter. Aku tak akan membiarkan seorang pun menyembuhkan sakit mataku. Dan aku akan berharap mataku akan sakit terus. Sungguh. Kau. Memang kau yang membuatku seperti ini. Dan aku hanya bisa berucap terima kasih. :)

SEBUAH RAHASIA

Sinar matahari yang hampir kembali ke peraduan terpantul di permukaan kolam yang seluas s etengah hektar. Di atasnya ada sekawanan bebek yang sedang memperlihatkan kekompakan mereka. Bercanda tawa satu sama lain, seakan tak ada beban di hidup mereka. Sedangkan aku hanya bisa duduk dan membisu di kursi tepi kolam. Di bibirku masih tersisa warna bulan kesiangan yang semakin membuatku sulit untuk menggeraknanya. Walaupun lelaki di dekatku, yang menyelamatkan diriku, menyelamatkan nyawaku, bahkan menyelamatkan harga diriku, telah berkali-kali menginterogasiku dengan pertanyaan yang sama, aku tetap diam. Sebenarnya pertanyaan yang dilontarkan lelaki itu sangat mudah kujawab. Namun, setiap kali aku mencoba membuka mulut, air mata yang tak sanggup lagi kubendung ini selalu meleleh, dan saat itu juga dia memelukku dengan erat. Membiarkanku terisak di dadanya. Pelukannya masih sama seperti tadi siang. Masih hangat, lembut, dan membuatku sejenak melupakan apa yang baru saja terjadi. Di otak

SEBUAH RAHASIA

Sinar matahari yang hampir kembali ke peraduan terpantul di permukaan kolam yang seluas s etengah hektar. Di atasnya ada sekawanan bebek yang sedang memperlihatkan kekompakan mereka. Bercanda tawa satu sama lain, seakan tak ada beban di hidup mereka. Sedangkan aku hanya bisa duduk dan membisu di kursi tepi kolam. Di bibirku masih tersisa warna bulan kesiangan yang semakin membuatku sulit untuk menggeraknanya. Walaupun lelaki di dekatku, yang menyelamatkan diriku, menyelamatkan nyawaku, bahkan menyelamatkan harga diriku, telah berkali-kali menginterogasiku dengan pertanyaan yang sama, aku tetap diam. Sebenarnya pertanyaan yang dilontarkan lelaki itu sangat mudah kujawab. Namun, setiap kali aku mencoba membuka mulut, air mata yang tak sanggup lagi kubendung ini selalu meleleh, dan saat itu juga dia memelukku dengan erat. Membiarkanku terisak di dadanya. Pelukannya masih sama seperti tadi siang. Masih hangat, lembut, dan membuatku sejenak melupakan apa yang baru saja terjadi. Di ota