Langsung ke konten utama

Sitty Bukan Siti


Rabu, 16 November 2011

Gara-gara hari ini, hari-hariku di kelas XII ini jadi semakin berkesan. Saking berkesannya, aku tertawa sepanjang hari. Dan kalian tahu setiap keceriaan itu berakhir dengan apa? Ya, pasti berakhir dengan kesedihan. Karena di balik canda tawa pasti ada tangisan dan sebaliknya, di balik tangisan pasti ada canda tawa.
Ini bermula ketika Bu Murtinem, guru Bahasa Indonesia,  memberi materi pelajaran tentang periodesasi sastra. Beliau menjelaskan tentang penulis yang bernama Abdul Moeis dengan karyanya yang berjudul Siti Nurbaya. Setiap mendengar nama Siti, teman-temanku selalu heboh. Mereka seperti sangat terkesan menyadari bahwa namaku dan nama dalam tokoh novel itu mirip. Tapi menurutku itu biasa aja. Mereka aja yang melebih-lebihkan.
Memiliki nama Siti Jauharoh Kartika Sari cukup membuatkumerasa  bangga. Tapi tidak dalam hal sekarang. Teman-temanku selalu menyangkutpautkan nama tokoh novel Siti Nurbaya dengan namaku. Apa lagi Arif, dia paling bersemangat sekali menyebut-nyebut namaku (Cukup sebut namaku 3 kali maka aku akan datang. Sari, Sari, Sari! Asyik..). Dan dia lebih cenderung untuk mengejekku. Mungkin karena nama Siti itu sangat pasaran. Huft :(
Keadaan ini semakin parah dengan datangnya boneka monyet yang entah dari mana dan bagaimana caranya teman-temanku bisa mendapatkannya. Monyet itu dijadikan bahan lelucon oleh teman-teman cowok. Kemudian monyet itu ada di tangan Arif. Dengan gaya cool-nya yang lebih condong dibuat-buat, mulai memainkan monyet itu layaknya boneka Susana.
“Hei hei, namamu siapa?” Kata Arif. Dengan suaranya yang berbeda dia mulai memainkan monyet itu.
“Namaku Sitty.”
Awalnya aku memandangnya dengan heran. Sedetik kemuadian aku mulai tertawa ngakak karena Arif benar-benar memainkan boneka itu dengan lucu. Dan lama-kelamaan dia keterlaluan dengan candaannya. Namun teman-teman yang lain malah semakin senang dibuatnya.
Gimana nggak terhina coba, disama-samain dengan monyet. Kalo Cuma 1 atau 2 kali sih gapapa. Lha ini terus-terusan. Udah gitu Arif semakin membawa candaannya ke arah porno. Kalo pake nama yang lain sih gapapa. Tapi ini pake nama Siti, salah satu dari namaku, nama pemberian dari almarhum ayahku (walaupun tulisannya beda). Dan yang lebih parah lagi teman-teman yang lain juga memanggil boneka itu dengan sebutan Sitty. Huuaaaaaaaaa.... Aku semakin marah T.T
Si Arif nggak nyadar-nyadar juga dengan sikapku yang cuek karena sebel sama dia. Kemudian dia naruh monyet itu di dekatku.
“Eh, Sitty foto sama Siti dong,” kata Arif sambil pegang hp siap untuk memotret. “Aduuh, yang Sitty yang mana sih?”
ARRGGGHHHHHH.. Sialan!!
Ini udah bener-bener keterlaluan ya. Udah gitu dia masih nerusin lagi.
“Aduh Mbak Siti jangan marah ya. Ayo Sitty minta maaf sama Mbak Siti,” kata Arif sambil menjulurkan tangan monyet di depanku.
Aku diam sebentar, kemudian aku menyolot karena udah nggak tahan.
“Arif kamu nyebelin banget sih. Awas ya ntar kalo di GO (tempat kami les)!!” Aku benar-benar marah saat itu. “Ntar pulangnya aku bocorin ban motor kamu!”
Teman-teman lain malah gantian ngrecokin aku sama Arif.
“Cieeee, kamu pengen bocorin ban motornya Arif biar kalian bisa boncengan gitu kan?” Kata Fikri disambut gelak tawa teman-teman lain.
Siaaal... sabar ya Sari. Kesabaranmu sedang diuji. Huft.
Di tempat les, teman-teman yang sekelas di sekolah dan pas di les juga kebetulan sekelas juga, termasuk Arif, masih juga ngebahas tentang Sitty. Ya ampun, trending topic ya?
Penderitaanku semakin bertambah saat aku mau pulang les. Di spion motorku nggak ada helm ungu kesayanganku. NGILANG!! Huaa... Aku bisa aja nangis di sana. Tapi malu dong banyak orang yang ngeliatin. Aku memandang sekitar sebentar. Helm unguku dengan mengenaskan tergantung di tempat penitipan helm. Tanpa berpikir panjang aku udah bisa nebak ini ulah siapa. Awas Arif, tunggu pembalasanku!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Always Positive

Beberapa hari ini ada yang mengganjal di hati gue. Pengin banget bisa ngomong unek-unek di dalam dada kepada orang yang bikin gue sakit hati. Semua ini bermula dari pertemuan gue dengan seorang teman. Seperti biasa kami saling bercerita tentang kesibukan kami. Hingga ada di suatu kala gue cerita tentang usaha gue menunggu pengumuman dari suatu perusahaan media massa yang tempo hari gue lamar. Gue memang dari dulu bercita-cita menjadi wartawan. Saat gue ketemu teman itu berarti sudah lewat delapan hari dari pelaksanaan ujian tahap terakhir di perusahaan itu. Gue memang masih berharap dan husnudzon sama Allah agar mengabulkan cita-cita gue kerja di perusahaan itu. Gue pernah baca tentang anjuran berdoa dalam keadaan yakin akan dikabulkan alias berprasangka baik sama Allah. Gue pun mencoba menerapkan untuk berprasangka baik sama Allah, berpikir positif, dan berusaha membuang jauh-jauh pikiran negatif yang mungkin bisa saja terjadi. Ya, gue memang nggak menganggap reme...

I'm Back Guys

Halo semuanya. Sudah lama ya gue nggak menulis di blog. Kapan ya terakhir? Kayaknya pas gue masih D3. FYI setelah gue lulus D3, gue lanjut kuliah lagi di jurusan S1 Ilmu Komunikasi (dan sudah wisuda kemarin Desember). Masih di Solo juga kok kuliahnya. Dulu gue nggak aktif menulis di blog karena ada beberapa hal. Yang pertama, semenjak gue kuliah di S1, gue udah lengser jadi reporter radio komunitas FiestA FM (itu bukan typo, memang tulisannya pakai huruf A kapital). Saat masih menjadi reporter, gue merasa terdorong untuk menulis karena memang tuntutan tugas. Tapi menulis blognya berpindah ke blog/web radio, bukan blog pribadi ini. Hahaha. Terlengsernya gue dari reporter membuat gue beralih sibuk menulis materi kuliah atau tugas. Alih-alih bisa menulis blog, mengerjakan tugas saja masih kurang-kurang waktu. Yang kedua karena gue mulai punya teman-teman baru dan hobi main. Sepanjang kuliah S1 kemarin, gue tinggal di kost terus, nggak seperti saat D3 yang sempat menumpang...

Always Positive #2

Sumber: Pinterest Posting -an blog kali ini melanjutkan edisi sebelumnya. Masih ingat gue yang akhir-akhir ini sedang menunggu pengumuman dari perusahaan yang gue lamar kan? Tentang gue yang sedang berusaha membiasakan ber- husnudzon sama Allah? Dan tentang cita-cita gue yang pengin jadi wartawan? Kalau masih belum ingat juga, bisa baca posting -annya di sini . Setelah berhari-hari gue menunggu pengumuman dari perusahaan media massa yang gue lamar dan setelah hati gue menahan pedih karena teman gue sendiri meng-underestimate kemampuan gue, akhirnya doa-doa yang selama ini gue langitkan dan profesi yang gue cita-citakan sejak SMP terjawab sudah. Alhamdulillah gue lolos menjadi wartawan perusahaan media massa cetak di Surabaya, Jawa Pos! Persis dua belas tahun yang lalu gue mulai mengidamkan bisa diterima di posisi ini. Memang nggak mudah untuk bisa mencapai tingkat ini, nggak mudah juga bisa selalu fokus dengan satu titik tujuan. Gue yakin banyak orang di luar sana...